E-book (PDF)

MANAJEMEN MUTU
PELAYANAN KESEHATAN
Oleh :
HENNI DJUHAENI
PERSI CABANG JAWA-BARAT
bekerja sama dengan RSU KABUPATEN TASIKMALAYA.
PELATIHAN MANAJEMEN PELAYANAN DAN TEKNIS
MEDIS RSB, RB DAN BPS WILAYAH V PRIANGAN
TASIKMALAYA, 3 JULI 1999


DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
II. KONSEP MANAJEMEN MUTU DALAM ERA KOMPETISI
2.1 Pengendalian Mutu pada Bidang Jasa . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
2.2 Penerapan Manajemen Mutu pada organisasi Nir-Laba . . . . . . . . 3
2.3 Pengertian Dasar Manajemen Mutu Terpadu . . . . . . . . . . . . . . . . 5
2.4 Faktor-faktor Penyebab Kegagalan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 9
III. LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN MANAJEMEN MUTU
3.1 Persyaratan Pelaksanaan Manajemen Mutu . . . . . . . . . . . . . . . ..... 11
3.2 Langkah-langkah Penerapan Manajemen Mutu . . . . . . . . . . . . . .. . 12
3.3 Antisipasi Penolakan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. 13
IV. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
 
1I. Pendahuluan
Kita semua menyadari bahwa saat ini ada dan harus terjadi perubahan besar dalam tatanan kehidupan termasuk di bidang kesehatan. James R Lucas, 1997, mengemukakan tentang sikap seseorang dalam menghadapi perubahan radikal dibagi atas 3 kelompok : pertama adalah orang yang menjadikan perubahan terwujud (to Make change happen), kedua adalah orang yang hanya menyaksikan terjadinya perubahan (to watch change happen) dan ketiga adalah orang yang terpukul oleh adanya perubahan dan bertanya apa yang telah terjadi (what happened ?). Kita tentu setuju dengan saran Mulyadi (1998) agar menjadi kelompok pertama karena "risiko tidak melakukan apa-apa lebih besar daripada risiko membuat kesalahan". Demikian pula dengan mutu yang merupakan radikalisme dalam tuntutan telah berkembang dalam kurun waktu 20 tahun ini khususnya dalam kemampuan menghadapi persaingan dan tantangan global. Banyak definisi tentang mutu, antara lain : sifat yang dimiliki oleh suatu program (Donabedian, 1980), kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan (Crosby, 1984), totalitas dari wujud serta ciri suatu barang atau jasa yang di dalamnya terkandung rasa aman atau pemenuhan kebutuhan para pengguna (DIN ISO, 1996). Harapan kita : pengertian mutu yang pada intinya memuaskan pelanggan (internal, eksternal, intermediate) dan sesuai standar (Dalam bidang kesehatan medis, keperawatan, profesi lain dan non-medis) bukan hanya sekedar "slogan". Dalam upaya pencapaian tujuan pembangunan kesehatan yaitu masyarakat Indonesia yang sehat, bugar, produktif, maju dan mandiri, mutu melekat erat dengan sistem pelayanan kesehatan maupun sistem pembiayaan kesehatan. Dalam sistem pelayanan kesehatan mutu dimulai dari input, proses sarnpai produk jasa pelayanan yang dihasilkan sehingga mempercepat Dipresentasikan pada Pelatihan Manajemen Pelayanan dan Teknis Medis RSB, RB dan BPS Wliayah V Priangan Yang diadakan oleh PERSI Cabang Jawa-Barat bekerjasama dengan RSU Tasikmalaya, 3 Juli 1999 pencapaian tujuan secara optimal. Sedangkan pada pembiayaan kesehatan, mutu adalah efektivitas dan efisiensi biaya dalam pencapaian tujuan yaitu kesehatan merupakan hak, sehingga semua masyarakat tanpa kecuali dapat akses terhadap pelayanan kesehatan. Untuk melakukan berbagai upaya peningkatan mutu, kita perlu menghayati dan mengkaji beberapa hal yang melandasi tujuan pembangunan yaitu :
pertama faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan yaitu genetik, sarana pelayanan kesehatan, perilaku masyarakat dan lingkungan (Henry Bloom), kedua visi Indonesia Sehat 2010 yang diikuti dengan misi dan strategi yang meliputi paradigma sehat, profesionalisme, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) serta desentralisasi. Ketiga organisasi di mana kita berada yaitu organisasi pelayanan kesehatan yang merupakan "organisasi Nir-Laba" (Not for Profit Organization). Ketiganya memerlukan data dan informasi yang akurat sehingga keberhasilan pencapaian tujuan secara bertahap dapat dinilai dengan indikator yang terukur pula. II. Konsep Manajemen Mutu Dalam Era Kompetisi Pada intinya tujuan suatu organisasi yang bergerak dalam produksi manufaktur ataupun jasa adalah mendapatkan keuntungan (profitability). Demikian juga untuk jasa pelayanan kesehatan, walaupun merupakan organisasi nir-laba, tetapi diharapkan dapat menghasilkan keuntungan. Adanya issu global sebetulnya membawa dampak postiif pada perkembangan manajemen pelayanan kesehatan dengan kesadaran berupaya meningkatkan kemampuan bersaing secara lokal maupun internasional dalam upaya mendapatkan keuntungan. Tiga komponen penting dalam organisasi yang perlu menjadi perhatian kita yaitu produktivitas, efisiensi dan mutu. Manajemen mutu akan meningkatkan
fungsi ketiga komponen tersebut yang dampaknya adalah peningkatan hasil guna asset, penambahan margin dan meningkatkan keunggulan mutu sehingga meningkatkan kemampuan meraih dan berkembangnya pangsa pasar. Hasil akhirnya adalah perolehan keuntungan baik yang berupa uang (profit) maupun bukan berupa uang yaitu kepuasan (satisfaction). Profit dan satisfaction merupakan sasaran antara sebelum tercapai sasaran akhir yaitu kepuasan para pelaku organisasi (stakeholders). Langkah pertama untuk mencapai kedua sasaran tersebut adalah dengan menentukan kompetensi dasar yang dimiliki yaitu ketrampilan, baik core skill maupun quality skill yang pada dasarnya dapat ditingkatkan dengan pendidikan, pelatihan dan kerja sama "team" yang merupakan proses akumulasi ketrampilan. Adanya ketrampilan tersebut membuat organisasi dapat menentukan sasaran pengendalian berupa kualitas produk jasa yang akan dijual dengan biaya yang sesuai, sehingga didapatkan pendapatan yang optimal menguntungkan dengan kepuasan semua pihak yang terlibat. Dengan demikian dapat dikatakan adanya keterkaitan antara ketrampilan dengan keuntungan dan kepuasan. 
 
2.1 Pengendalian Mutu pada Bidang Jasa
Dengan pendekatan sistem, mutu berada mulai dari input, proses maupun output, demikian juga pada bidang jasa. Kriteria mutu pada bidang jasa khususnya jasa pelayanan kesehatan, sangat beragam sesuai dengan emosional needs pelanggan dan yang harus menjadi fokus perhatian kita bahwa mutu yang kurang baik pada bidang jasa ini, tidak bisa ditarik atau dibatalkan. Selain itu ditinjau dari waktu, mutu bidang jasa mempunyai ciri; proses produksi dan pengkonsumsiannya terjadi pada saat yang sama dan hasilnya baru dapat diukur setelah dikonsumsi sehingga dapat dikatakan bahwa mutu produk jasa hanya berada pada proses transformasi produk. Oleh karena itu peranan pengendali mutu menjadi sangat penting. Seorang pengendali mutu haruslah mempunyai ketrampilan dan wawasan yang luas mengenai produk jasa yang dihasilkan, sebaiknya purna waktu dan bukan merupakan tugas sampingan. Sudah saatnya kita mempertimbangkan adanya "kotak" dalam organisasi nirlaba pemerintah yang khusus mengelola mutu sama seperti halnya pemasaran.

2.2 Penerapan Manajemen Mutu pada Organisasi Nir-Laba
Sektor nir-laba dalam perekonomian cukup memegang peranan penting. Ada beberapa alasan mengapa organisasi nir-laba menjadi penting, pertama masyarakat menginginkan barang-barang tertentu yang tidak mungkin diberikan oleh perusahaan bisnis karena masyarakat tidak mampu untuk membayar keuntungan yang diperolehnya, kedua : organisasi nir-laba cenderung untuk menerima keuntungan dari masyarakat yang tidak mungkin diperoleh dari organisasi bisnis misalnya pengurangan pajak, subsidi donor. Perbedaan utama antara organisasi bisnis dengan organisasi nir-laba adalah pada sumber pendapatan. Pendapatan organisasi bisnis berasal dari satu sumber yaitu penjualan produk dan jasa kepada pelanggan, sedangkan organisasi nirlaba menerima pendapatan dari berbagai sumber antara lain pajak, APBN, APBD, sumbangan, penjualan produk dan jasa dan lain-lain. Ada dua jenis organisasi nir-laba yaitu organisasi nir-laba swasta dan pemerintah. Faktor eksternal sangat berpengaruh pada organisasi nir-laba seperti : pemilik, tekanan politik, ekonomi dan lain-lain serta sangat bervariasi sehingga manajer kehilangan otonomi dalam manajemen. Oleh karena itu dalam upaya penerapan manajemen mutu dalam organisasi nir-laba, faktor eksternal perlu dikaji dan dipertimbangkan. Dinas Kesehatan dan rumah sakit kabupaten/kota merupakan organisasi nir-laba yang sekaligus organisasi pemerintah, sehingga kendala yang dihadapi dalam formulasi dan penerapan strategi termasuk penerapan manajemen mutu akan lebih kompleks antara lain : pengaruh budaya kerja, pengembangan yang disesuaikan dengan alasan organisasi tersebut berdiri, Sumber Daya Manusia baik kuantitas maupun kualitas masih kurang, pekerja biasanya volunteer, sentralisasi strategi, komitmen kuat terhadap profesi sehingga manajer lain kurang berwibawa, keputusan harus mendapat persetujuan badan tertentu misal pemerintah daerah dan DPRD, peraturan pemerintah yang dikeluarkan tanpa disertai solusi penyelesaian masalah yang ditimbulkan, pergantian pimpinan cepat sehingga perencanaan biasanya hanya dapat dilaksanakan dalam jangka pendek, kewenangan pimpinan organisasi kurang jika dibandingkan dengan
organisasi bisnis dan terakhir adalah kendala politis.
 
2.3 Pengertian Dasar Manajemen Mutu Terpadu
Manajemen Mutu Terpadu (MMT) merupakan suatu konsep yang berupaya melaksanakan sistem manajemen kualitas kelas dunia. Untuk itu diperlukan perubahan besar dalam budaya dan sistem nilai suatu organisasi. Ada empat prinsip utama dalam MMT :
1. Kepuasan pelanggan
Dalam MMT, konsep mengenai kualitas dan pelanggan mengalami perluasan. Kualitas tidak lagi hanya bermakna kesesuaian dengan spesifikasi tertentu, tetapi kualitas tersebut ditentukan oleh pelanggan. Pelanggan itu sendiri meliputi pelanggan internal, pelanggan eksternal dan intermediate. Kebutuhan pelanggan diusahakan untuk dipuaskan dalam segala aspek termasuk di dalamnya harga, kenyamanan, keamanan, dan ketepatan waktu. 
2. Penghargaan terhadap setiap orang
Dalam organisasi kelas dunia, setiap karyawan dipandang sebagai individu yang memiliki bakat dan kreativitas tersendiri yang unik. Dengan demikian karyawan merupakan sumber daya organisasi yang paling bernilai. Oleh karena itu setiap orang dalam organisasi diperlakukan dengan baik dan diberi kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi dalam tim pengambil keputusan.
3. Manajemen berdasarkan fakta
Organisasi kelas dunia berorientasi fakta. Maksudnya bahwa setiap keputusan selalu didasarkan pada data dan informasi, bukan sekedar perasaan (Feeling). Ada dua konsep pokok berkaitan dengan hat ini. Pertama, penjenjangan prioritas (prioritization) yakni suatu konsep bahwa perbaikan tidak dapat dilakukan pada semua aspek pada saat yang bersamaan, mengingat keterbatasan sumber daya yang ada. Oleh karena itu, dengan menggunakan data dan informasi maka manajemen dan tim dalam organisasi dapat memfokuskan usahanya pada situasi tertentu yang vital. Konsep kedua, variasi (variation) atau variabilitas kinerja manusia. Data statistki dapat memberikan gambaran mengenai sistem organisasi, dengan demikian manajemen dapat memprediksi hasil dari setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan. 4. Perbaikan berkesinambungan
Agar dapat sukses, setiap organisasi perlu melakukan proses secara sistematis dalam melaksanakan perbaikan berkesinambungan. Konsep yang berlaku disini adalah siklus PDCA (plan-do-check-action), yang terdiri dari langkahlangkah perencanaan, pelaksanaan rencana, pemeriksaan hasil pelaksanaan rencana, dan tindakan korektif terhadap hasil yang diperoleh. Definisi mengenai MMT mencakup dua komponen, yakni apa dan bagaimana menjalankan MMT. Yang membedakan MMT dengan pendekatanpendekatan lain dalam menjalankan usaha adalah komponen bagaimana tersebut. Komponen ini memiliki sepuluh unsur utama (Goetsch dan Davis, 1994, pp. 14- 18) yang masing-masing akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Fokus pada pelanggan
Dalam MMT, baik pelanggan internal, eksternal, maupun intermediate merupakan driver. Pelanggan eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang disampaikan kepada mereka, sedangkan pelanggan internal berperan besar dalam menentukan kualitas manusia, proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa, pelanggan intermediate merupakan penghubung kedua pelanggan tersebut.
2. Obsesi terhadap kualitas
Dalam organisasi yang menerapkan MMT, penentu akhir kualitas adalah pelanggan. Dengan kualitas yang ditetapkan tersebut, organisasi harus terobsesi untuk memenuhi atau melebihi apa yang ditentukan tersebut. Hal ini berarti bahwa semua karyawan pada setiap jenjang berusaha melaksanakan setiap aspek pekerjaannya berdasarkan perspektif "bagaimana kita dapat melakukannya dengan lebih baik?". Bila suatu organisasi terobsesi dengan kualitas, maka berlaku prinsip "good enough is never good enough ".
3. Pendekatan Ilmiah
Pendekatan ilmiah sangat diperlukan dalam penerapan MMT, terutama untuk merancang pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang dirancang tersebut. Dengan demikian data dan informasi diperlukan dan dipergunakan dalam menyusun patok duga (benchmark), memantau prestasi dan melaksanakan perbaikan.
4. Komitmen jangka panjang
MMT merupakan suatu paradigma baru dalam melaksanakan bisnis. Untuk menerapkannya dibutuhkan budaya organisasi yang baru pula. Oleh karena itu, komitmen jangka panjang sangat penting guna mengadakan perubahan budaya agar penerapan MMT dapat berjalan dengan sukses.
5. Kerja sama tim
Dalam organisasi yang dikelola secara tradisional, seringkali diciptakan persaingan antar departemen yang ada dalam organisasi tersebut agar daya saingnya terdongkrak. Akan tetapi persaingan internal tersebut cenderung
hanya menggunakan dan menghabiskan energi yang seharusnya dipusatkan pada upaya perbaikan kualitas, yang pada gilirannya untuk meningkatkan daya saing eksternal. Sementara itu dalam organisasi yang menerapkan MMT, kerja sama tim, atau kemitraan dan hubungan dijalin dan dibina antar pelaku organisasi.
6. Perbaikan sistem secara berkesinambungan
Setiap produk dan/atau jasa dihasilkan dengan memanfaatkan proses-proses tertentu di dalam suatu sistem/lingkungan. Oleh karena itu system yang ada perlu diperbaiki secara terus menerus agar kualitas yang dihasilkan dapat meningkat.
7. Pendidikan dan pelatihan
Dalam organisasi yang menerapkan MMT, pendidikan dan pelatihan merupakan faktor yang fundamental. Setiap orang diharapkan dan didorong untuk terns belajar. Dalam hal ini berlaku prinsip bahwa belajar merupakan proses yang tiada akhirnya dan tidak mengenal batas usia. Dengan belajar, setiap orang dalam organisasi dapat meningkatkan ketrampilan teknis dan keahlian profesionalnya.
8. Kebebasan yang terkendali
Dalam MMT keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dalam mengambil keputusan dan pemecahan masalah merupakan unsur yang sangat penting. Hal ini dikarenakan unsur tersebut dapat meningkatkan "rasa memiliki" dan tanggung jawab karyawan terhadap keputusan yang telah dibuat. Selain itu, unsur ini juga dapat memperkaya wawasan dan pandangan dalam suatu keputusan yang diambil, karena pihak yang terlibat lebih banyak. Meskipun demikian, kebebasan yang timbul karena keterlibatan dan pemberdayaan tersebut merupakan hasil dari pengendalian yang terencana dan terlaksana mdengan baik. Pengendalian itu sendiri dilakukan terhadap metode-metode pelaksanaan setiap proses tertentu. Dalam hal ini karyawan melakukan standarisasi proses dan mereka pula yang berusaha mencari cara untuk meyakinkan setiap orang agar bersedia mengikuti prosedur standar tersebut.
9. Kesatuan tujuan
Supaya MMT dapat diterapkan dengan baik, maka organisasi harus memiliki kesatuan tujuan. Dengan demikian setiap usaha dapat diarahkan pada tujuan yang sama. Akan tetapi kesatuan tujuan ini tidak berarti bahwa harus selalu ada persetujuan/ kesepakatan antara pihak manajemen dan karyawan mengenai upah dan kondisi kerja.
10. Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan 
Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan merupakan hal yang penting dalam penerapan MMT. Usaha untuk melibatkan karyawan membawa dua manfaat utama. Pertama, hal ini akan meningkatkan kemungkinan dihasilkannya keputusan yang baik, rencana yang lebih baik, atau perbaikan yang lebih efektif karena juga mencakup pandangan dan pemikiran dari pihak-pihak yang langsung berhubungan dengan situasi kerja. Kedua, keterlibatan karyawan juga meningkatkan "rasa memiliki" dan tanggung jawab atas keputusan dengan melibatkan orang-orang yang harus melaksanakannya. Pemberdayaan bukan sekedar berarti melibatkan karyawan tetapi juga melibatkan mereka dengan memberikan pengaruh yang sungguh-sungguh berarti. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menyusun pekerjaan yang memungkinkan para karyawan untuk mengambil keputusan mengenai perbaikan proses pekerjaannya dalam parameter yang ditetapkan dengan jelas.
 
2.4 Faktor-faktor Penyebab Kegagalan
Apabila suatu organisasi menerapkan MMT dengan cara sebagaimana mereka melaksanakan inovasi manajemen lainnya, atau bahkan bila mereka menganggap MMT sebagai "obat ajaib" atau alat penyembuh yang cepat, maka usaha tersebut telah gagal semenjak awal. MMT merupakan suatu pendekatan baru dan menyeluruh yang membutuhkan perubahan total atas paradigma manajemen tradisional, komitmen jangka panjang, kesatuan tujuan da pelatihan-pelatihan khusus. Selain dikarenakan usaha pelaksanaan yang setengah hati dan harapanharapan yang tidak realistis, ada pula beberapa kesalahan yang secara umum dilakukan pada saat organisasi memulai inisiatif perbaikan kualitas. Beberapa kesalahan yang sering dilakukan antara lain :
a. Delegasi dan kepemimpinan yang tidak baik dari manajemen senior 
Inisiatif upaya perbaikan kualitas secara berkesinambungan sepatutnya dimulai dari pihak manajemen di mana mereka hares terlibat secara langsung dalam pelaksanaannya. Bila tanggung jawab tersebut didelegasikan kepada pihak lain (misalnya kepada pakar yang digaji) maka peluang terjadinya kegagalan
sangat besar.
b. Team mania
Organisasi perlu membentuk beberapa tim yang melibatkan semua karyawan. Untuk menunjang dan menumbuhkan kerja sama dalam tim, paling tidak ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, baik penyelia maupun karyawan harus memiliki pemahaman yang baik etrhadap perannya masing-masing. Penyelia perlu mempelajari cara menjadi pelatih yang efektif, sedangkan karyawan perlu mempelajari cara menjadi anggota tim yang baki. Kedua, organisasi harus melakukan perubahan budaya supaya kerja sama tim tersebut dapat berhasil. Apabila kedua hal tersebut tidak dilakukan sebelum pembentukan tim, maka hanya akan timbul masalah, bukannya pemecahan masalah.
c. Proses penyebarluasan (deployment)
Ada organisasi yang mengembangkan inisiatif kualitas tanpa secara berbarengan mengembangkan rencana untuk menyatukannya ke dalam seluruh elemen organisasi (misalnya operasi, pemasaran, dan lain-lain). Seharusnya pengembangan inisiatif tersebut juga melibatkan para manajer, serikat pekerja, pemasok, dan bidang produksi lainnya, karena usaha itu meliputi pemikiran mengenai struktur, penghargaan, pengembangan ketrampilan, pendidikan dan kesadaran.
d. Menggunakan pendekatan yang terbatas dan dogmatis
Adapula organisasi yang hanya menggunakan pendekatan Deming, pendekatan Juran, atau pendekatan Crosby dan hanya menerapkan prinsipprinsipyang ditentukan disitu. Padahal tidak ada satu pun pendekatan yang disarankan oleh ketiga pakar tersebut maupun pakar-pakar kualitas lainnya yang merupakan satu pendekatan yang cocok untuk segala situasi. Bahkan para pakar kualitas mendorong organisasi untuk menyesuaikan programprogram kualitas dengan kebutuhan mereka masing-masing.

e. Harapan yang terlalu berlebihan dan tidak realistis
Bila hanya mengirim karyawan untuk mengikuti suatu pelatihan selama beberapa hari, bukan berarti telah membentuk keterampilan mereka. Masih dibutuhkan waktu untuk mendidik, mengilhami dan membuat para karyawan sadar akan pentingnya kualitas. Selain itu dibutuhkan waktu yang cukup lama pula untuk mengimplementasikan perubahan-perubahan proses baru, bahkan sering kali perubahan tersebut memakan waktu yang sangat lama untuk sampai terasa pengaruhnya terhadap peningkatan kualitas dan daya saing organisasi. f. Pemberdayaan (empowerment) yang bersifat prematur Banyak organisasi yang kurang memahami makna dari pemberdayaan atau empowerment kepada para karyawan. Mereka mengira bahwa bila karyawan telah dilatih dan diberi wewenang baru dalam mengambil suatu tindakan, maka para karyawan tersebut akan dapat menjadi self-directed dan memberikan hasil-hasil positif. Seringkali dalam praktik, karyawan tidak tahu apa yang harus dikerjakan setelah suatu pekerjaan diselesaikan. Oleh karena itu, sebenarnya mereka membutuhkan sasaran dan tujuan yang jelas sehingga tidak salah dalam melakukan sesuatu. Masih banyak kesalahan lain yang sering dilakukan berkaitan dengan program MMT dalam suatu organisasi. Apabila organisasi benar-benar memahami konsep MMT sebelum mencoba menerapkannya. maka kesalahan-kesalahan tersebut dapat dihindari.

III. Langkah-Langkah Pelaksanaan Manajemen Mutu

3.1 Persyaratan Pelaksanaan Manajemen Mutu
Sebelum memulai langkah perlu diketahui dulu beberapa persyaratan untuk melaksanakan manajemen mutu yaitu :
1. Komitmen dari manajemen puncak
Keterlibatan langsung dari manajemen puncak bertujuan untuk memimpin dan menunjukkan bahwa manajemen mutu sangat penting bagi organisasi. Selain itu perubahan ke arah manajemen mutu merupakan suatu pengalaman belajar sehingga melalui keterlibatan langsung dalam pelaksanaan seharihari, manajemen puncak dapat mengambil keputusan rasional yang berkaitan dengan perubahan yang dilakukan.
2. Komitmen atas sumber daya yang dibutuhkan
Walaupun implementasi manajemen mutu tidak harus mahal, tetapi segala sesuatunya membutuhkan biaya yang sebagian besar digunakan untuk pelatihan.
3. Steering Committee pada level puncak
Steering Committee berfungsi untuk menentukan cara implementasi dan memantau pelaksanaan manajemen mutu. Steering Committee secara operasional bekerja sebagai suatu tim yang menetapkan visi dan sasaran organisasi, membuat upaya, memantau kemajuan dan memberikan penghargaan atas prestasi tim tersebut.
4. Perencanaan dan publikasi
Perencanaan dan publikasi atas visi, misi, tujuan, sasaran dan penghargaan prestasi yang merupakan infrastruktur pendukung untuk penyebarluasan dan perbaikan berkesinambungan.
 
3.2 Langkah-langkah Penerapan Manajemen Mutu
Langkah-langkah yang dilaksanakan dalam penerapan manajemen mutu
adalah sebagai berikut :
1. Melatih Steering Committee
2. Team yang terbentuk mengidentifikasi dan memperhitungkan kekuatan dan kelemahan organisasi.
3. Mengidentifikasi pendukung dan ancaman yang nyata.
4. Tetapkan pelanggan organisasi dan kenali karakteristiknya, susun indikator masing-masing pelanggan dan tetapkan cara untuk mengetahui kadar kepuasan masing-masing pelanggan.
5. Susun tahap perbaikan (jangan berambisi terlalu cepat selesai dan cepat puas).
 
3.3 Antisipasi Penolakan
Untuk antisipasi ketidaksesuaian dan penolakan yang dihadapi dapat dipilih
berbagai macam strategi sesuai dengan situasi dan jenis penolakan tersebut,
antara lain :
1. Pendidikan dan komunikasi
Pendidikan dan komunikasi digunakan manakala infonnasi yang tersedia sangat kurang dan tidak akurat.
2. Partisipasi dan keterlibatan
Strategi ini digunakan bila manajemen puncak tidak atau kurang mempunyai informasi, dilain pihak kemungkinan besar untuk ditolak.
3. Fasilitas dan dukungan
Strategi ini diterapkan apabila orang menolak perubahan karena masalah masalah penyesuaian terhadap hal barn yang diperkenalkan.
4. Negosiasi dan kesepakatan
Strategi ini diterapkan apabila ada yang merasa terancam.
5. Paksaan
Strategi ini akan menimbulkan hasil yang cepat tetapi dalam jangka menengah akan menuai resiko perlawanan terhadap manajemen. Berbagai strategi ini dapat diterapkan tetapi yang perlu disadari setiap perubahan memerlukan waktu dan tidak bisa sekaligus. Bagi yang pernah melaksanakan manajemen mutu apapun bentuknya faktor yang penting adalah evaluasi dan penentuan indikator keberhasilan. Strategi dan langkah yang akan diambil selanjutnya sangat tergantung kepada hasil evaluasi tersebut.

IV. Kesimpulan
1. Manajemen mutu sangat dinamis, terutama kalau sudah dikaitkan dengan kepuasan pelanggan, perlu selalu dikembangkan dan melibatkan seluruh jajaran tanpa kecuali.
2. Konsep-konsep mutu harus ditransformasikan secara spesifik ke dalam bentuk yang lebih cocok dengan instansi kita sesuai dengan ciri bisnis dan pelanggan kita.
3. Agar semuanya dapat berjalan dengan baik, maka komitmen, keterlibatan dan dukungan yang konkrit dari seluruh jajaran, terutama unsur pimpinan sangatlah penting.
 
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Azrul., 1996, Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan, Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta.
Bryson, John.M., 1988, Strategic Planning for Public and Nonprofit
Organizations, Jossey-Bass Inc, San Fransisco.
Goetsch, D.L and S.Davis., 1994, Introduction to Total Quality Quality,
Productivity, Competitiveness, Prentice-Hall International Inc.,
Englewood, Cliffs, NY.
Jacobalis, Samsi., 1989, Menjaga Mutu Pelayanan Rumah Sakit (Quality
Assurance), PT.Citra Windu Satria, Jakarta.
Juran, J.M., 1995, Merancang Mutu, PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.
Kotler, Philip., 1983, Strate is Marketing for Nonprofit Organizations Casses and
Readings 3 ed, Prentice-Hall International Inc., Englewood, Cliffs,
NY.
Mulyadi, 1998, Total Quality Management, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Rothery, Brian., 1995, Analisis ISO 9000, PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.
Scholtes, Peter.T., 1988, The Team Handbook How to Use Teams to
Improve Quality, Joiner Assosiates Inc, Madison.
Wright, Peter., 1996, Strategic Management Concepts and Cases 3rd ed, Prentice-
Hall International Inc, Englewood, Cliffs, NY.